Minggu, 24 April 2011


Wartawan Bergolak


KLATEN— Wartawan yang biasa bertugas di Klaten bergolak menuntut Surat Keterangan Terdaftar  (SKT) Asosiasi Wartawan Indonesia (Awindo) yang dikeluarkan Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas), dicabut.

Seruan pencabutan SKT Awindo dilakukan puluhan wartawan ketika demonstrasi di Badan Kesbangpollinmas Kabupaten Klaten, Selasa (19/4) pekan lalu. Tuntutan pencabutan SKT Awindo yang dikeluarkan  Kebangpollinmas Klaten adalah harga mati yang dikehendaki wartawan  dari sejumlah media yang bertugas di wilayah Kabupaten Klaten.
Pasalnya, karena profesi wartawan  bukan merupakan organisasi kemasyarakatan (ormas). Sehingga  organisasi wartawan tidak dapat didasarkan  pada  UU RI Nomor 8 Tahun 1985. Namun dunia kerja wartawan dan organisasi kewartawanan diatur dalam UU RI Nomor 40 Tahun 1999  Tentang Pers.
Selain itu, alasan  para wartawan yang bertugas di Klaten  mendemo Badan Kesbangpolinmas Klaten merupakan batas titik nadir yang musti digelorakan. Karena para wartawan yang bertugas di Klaten menengarai adanya wartawan bodrex  yang melakukan pemerasan pada beberapa kepala sekolah  mulai dari SD hingga SLTA, maupun pada pejabat di Pemkab Klaten. Sehingga ini dinilai para wartawan merupakan pekerjaan yang melacurkan berkedok sebagai wartawan. Ini sangat melecehkan profesi wartawan.
Para wartawan yang melakukan demo di halaman Kantor Badan Kesbangpollinmas Klaten antara lain SOLO POS, JOGLO POS Radar Solo, Joglo Semar,  Radar Yogya, Kantor Berita Antara, Harian Republika, Seputar Indonesia, Suara Merdeka, Meteor,  Media Indonesia, Tribune Yogya, Kedaulatan Rakyat, Majalah Alfa, Detik Pos. Kemudian dari media elektronik masing-masing Metro TV, SCTV, MNCTV,  TATV, Borobudur TV, TV One, TVRI, RRI, Jogya TV, Anda FM, Elshinta, media online Timlo.Net, Jejak.com dan Soloraya.com. Puluhan wartawan ini melakukan demo mulai sekitar pukul 09.00. Ketika para wartawan demo dikawal  ketat anggota Polsekta Klaten maupun anggota Polres Klaten. Dalam demo tidak terjadi tindakan anarkis.
Di halaman Badan Kesbangpolinmas sejumlah wartawan  melakukan orasi secara bergantian. “Cabut SKT  Awindo! Karena menggunakan kata wartawan. Kalau  bernama Asosiasi Wereng Indonesia silahkan! Kami tidak akan menuntut mencabut SKT Awindo,” teriak beberapa wartawan peserta demo.
Setelah sejumlah wartawan melakukan orasi di tengah terik matahari, kemudian  para wartawan memberi kesempatan pada Kepala Badan Kesbangpollinmas  Klaten Sri Winoto SH, yang sudah pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Hukum Pemkab Klaten beberapa tahun lalu. Pada  kesempatan  Sri Winoto menyampaikan tanggapan apa yang disampaikan para wartawan, ia  dengan gigihnya mengatakan, berdasar undang-undang  bahwa  setiap orang dibolehkan membentuk organisasi. Karena, lanjut Sri Winoto masyarakat  dijamin oleh negara untuk membetuk organisasi secara legal.
Menurutnya kelompok yang mendaftarkan pada Badan Kesbangpolinmas adalah warga yang patuh pada hukum. “Insya Allah, kami menerbitkan SKT  untuk organisasi tidak punya maksud apa-apa. Selain, bahwa inilah komponen masyarakat  yang tahu aturan! Mereka ingin mendirikan organisasi tahu aturan, dia mohon SKT di sini. Kenapa tidak kita hargai! Dan ini  berlaku untuk semua organisasi sebenarnya! Tetapi anda tidak punya kekuatan memaksa! Saya sangat salut IWAPI. Tegas, walaupun itu profesi, tetapi  secara nasional membuat surat resmi. Harus ada SKT!!!” tanggapan  Sri Winoto dengan nada tinggi dan raut muka tegang.
Pernyataan Sri Winoto yang pakar hukum nampak emosi, sontak disanggah para wartawan yang ikut demo. Para wartawan mengatakan, kalau UU No.8 tahun 1985 hanya untuk mengatur ormas. Sedangkan wartawan adalah profesi yang diatur secara khusus dengan UU No.90 tahun 1999 tentang Pers, seperti profesi dokter, profesi advokat.
Wartawan Republika Edy Setyoko dengan tegas mengatakan, IWAPI bukan profesi. Sedangkan UU PERS  itu lex spesialis. Yang tidak bisa digebyah uyah dengan UU Ormas. “Bahwa IWAPI bukan profesi. Profesi, seperti  dokter, juga advokat. Undang-undang PERS itu lex spesialis, maka tidak bisa digebyah uyah dengan UU Ormas No 8 tahun 1985. Sangat disayangkan pemberian SKT ini ujung-ujungnya untuk nyenggrek bantuan APBD. Wartawan bukan binaan Kesbangpolinmas,” tukas Edy  wartawan senior di Klaten. Selain itu, Edy juga mengajak Sri Winoto SH untuk mendiskusikan perihal UU Pers  maupun UU Ormas.
Sri Winoto nampak bersikukuh untuk tidak mencabut SKT yang telah diberikan  pada Awindo. Tetapi ia juga siap untuk mendiskusikan dengan terbitnya SKT Awindo di Badan Kesbangllinmas Klaten.

Pejabat Pengurus Awindo
Yang sangat disayangkan Kepala Bagian Perekonomian Kabupaten Klaten Sri Sumanto pada wartawan  juga mengaku terdaptar  dalam  Awindo. Namun ia merasa tertipu masuk dalam daftar  pengurus Awindo. 
Ia menceritakan, kala didatangi oleh Ketua Awindo, Kawit Purwanto,  disodori proposal. Dalam proposal Sri Sumanto duduk  sebagai penasehat Awindo. Namun selama ini ia tidak pernah tahu lagi.Tahu-tahu setelah ramai dimuat oleh media. Setahunya Awindo yang menjadi wadah bagi wartawan, yang juga bernaung di PWI, atau AJI, maupun Ikatan Jurnalis Televisi  Indonesia (IJTI). Setahunya Awindo juga menginduk ke tiga organisasi kewartawanan itu.
Karena Sri Sumanto merasa tertipu, maka ia berencana akan mengundurkan diri dari Awindo. Sri Sumanto melihat Awindo tidak menunjukkan keseriusannya. Ia menilai, organisasi Awindo kok  merupakan organisasi  wartawan semi ormas. Menurutnya, itu organisasi yang tidak jelas. “Karena Awindo itu tidak jelas, maka aku berencana ke luar dari  Awindo,” papar Sri Sumanto.
Merilis yang disampaikan dari para wartawan, Ketua Awindo Kawit Purwanto, mengaku kalau orgnisasinya belum punya produk jurnalistik. (rno)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar